Mahasiswa Sejarah Upgrisba Sumbar Magang di Moseum Yang Ada Di Kota Sawahlunto

Oleh : Zulfa

Kota Sawahlunto terkenal dengan kota warisan dunia yang sudah menjadi situs cagar budaya. Salah satu museum yang terkenal adalah situs tambang batu bara tertua di Asia Tenggara. Terletak di lembah sempit di sepanjang pegunungan Bukit Barisan, kota Sawahlunto dikeliling beberapa bukit seperti Bukit Polan, Bukit Pari, dan Bukit Mato.

Di Sawahlunto tedapat sebuah lubang bekas tambang batu bara. Lubang tersebut menyimpan sejarah kelam tentang orang rantai. Salah satunya adalah Mbah Suro yang menjadi mandor para orang rantai di Sawahlunto. Nama Mbah Suro dijadikan nama salah satu lubang utama bekas tambang yang adi di Tangsi Baru, Kelurahan Tanah Lapang, Kecamatan Lembah Segar. Baca juga: Asal-usul Sawahlunto Kota Tambang Batu Bara, Kisah Orang Rantai dan Lubang Mbah Suro Orang rantai adalah sebutan bagi para pekerja tambang di Sawahlunto.

Mereka dikirim dari berbagai daerah di Hindia Belanda termasuk Batavia. Mereka adalah pesakitan yakni tahanan kriminal atau politik dari wilayah Jawa dan Sumatra. Mereka dibawa ke Sawahlunto dengan kaki, tangan, dan leher diikat rantai. Mereka dipaksa bekerja sebagai kuli tambang batu bara dengan kondisi kaki, tangan, dan leher yang masih dirantai. Dalam bahasa Belanda, para kuli disebut ketingganger atau orang rantai. Mereka dipekerjakan hingga tahun 1898. memperlihatkan sebuah alat yang dipakai oleh ‘orang rantai’ untuk menggali tambang batubara tergeletak di Lubang Mbah Suro, terowongan bekas penambangan batubara di Sawahlunto.

Sejak ditetapkannya visi baru untuk membangun daerah, yakni mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya, Sawahlunto pun berbenah, dengan sejumlah cagar budaya, kereta api, termasuk lubang tambang di kota arang itu direvitalisasi.

Menurut ceritanya Mbah Suro adalah seorang mandor orang rantai. Pria yang memilki nama Soerono dikenal memiliki ilmu kebatinan yang tinggi dan menjadi panutan serta disegani oleh warga sekitar. Mbah Suro memiliki lima anak dengan 13 cucu. Istrinya adalah seorang dukun beranak. Mbah Suro meninggal sebelum tahun 1930 dan ia dimakamkan di pemakaman orang rantai yakni di Tanjung Sari, Kota Sawahlunto. Diceritakan jumlah orang rantai yang bekerja di lubang tersebut berjumlah ratusan orang.

Mereka diberlakukan dengan tidak manusiawi dan bekerja siang hingga malam serta tidak mendapatkan makanan yang layak.
Cerita ini akan kita temukan Ketika kita mengunjungi museum lubang mbah suro di kota Sawahlunto. hari rabu tanggal 17 Mei 2023 Pukul 10.00 pagi saya sudah sampai di museum lubang mbah suro yang sudah ditunggu oleh mahasiswa yang magang di kota Sawahlunto. Setelah berbincang bincang dengan pengelola dan mahasiswa yang magang saya ditawarkan masuk langsung ke lubang tambang mbah suro yang agak gelap tetapi karena cerita historis yang sangat menyentuh saya didampingi oleh mahasiswa magang masuk ke lubang tambang yang sudah berusia 100 tahun lebih. Di dalam lubang tambang kita disuguhi beberapa foto orang menambang mengambil batu bara di dalam lobang tambang.

Masih terasa jejak jejak sejarah didalam lubang ini. Bahkan cerita mahasisa magang bahwa masih ada stok batubara jika ditambang sampai 110 tahun kedepan. Wow luar biasa kalua masih di tambang batu baranya. Menjelang siang selesai berdiskusi dengan mahasiswa serta pengelola museum kita mengakhiri pembicaraan. Semoga tambang ini masih bisa dimanfaatkan sebagai kekayaan alam kota Sawahlunto yang luarbiasa.