Padang  

Kata Pertamina, Peningkatan Konsumsi Sebabkan Solar Langka

Ilustrasi. (okezone)

PADANG – PT Pertamina (Persero) tidak melakukan pengurangan penyaluran Biosolar di Sumatra Barat. Antrian panjang yang terjadi belakangan di sejumlah SPBU diduga terjadi karena adanya peningkatan konsumsi pada jenis bahan bakar tersebut.

“Pertamina tidak melakukan pengurangan penyaluran Biosolar, terbukti hingga September 2019, jumlah Biosolar yang disalurkan bahkan sudah melebihi kuota yg ditetapkan pemerintah. Total sebanyak 114 persen, atau lebih banyak 14 persen dari kuota,” kata Unit Manager Communication, Relation and CSR PT Pertamina Marketing Operation Region (MOR) I Sumbagut, M. Roby Hervindo kepada Singgalang, Jumat (18/10).

Dari kuota yang ditetapkan pemerintah sebanyak 291 ribu kiloliter (Kl), Pertamina disampaikannya sudah menyalurkan sebanyak 332 ribu KL.

Roby menyebutkan, berdasarkan informasi dari BPH Migas, Sumbar termasuk salah satu dari 10 provinsi yang ditemukan konsumsi Biosolar oleh konsumen yang tidak tepat sasaran. “Jika hanya konsumen yang berhak yang konsumsi Biosolar, maka kuota akan mencukupi, karena kuota diperhitungkan oleh Pemprov dan pemerintah pusat dengan mempertimbangkan kebutuhan konsumen yang berhak,” tegasnya lagi

Insiden kebakaran di SPBU Agam pekan lalu dicontohkan Roby terjadi diakibatkan oleh kendaraan dengan tanki modifikasi. “Ini salah satu bentuk penyelewengan konsumen yang tidak berhak menggunakan Biosolar,” tuturnya.

Pertamina sendiri disampaikannya, siap meningkatkan sinergi bersama pemerintah daerah dan aparat keamanan untuk bersama mengawasi dan memastikan penyaluran Biosolar subsidi tepat sasaran. “Kami juga mendukung pihak aparat untuk tegas menindak penyelewengan Biosolar subsidi,” ulasnya.

Roby juga dapat menuturkan, rentang pengawasan Pertamina hanya sampai SPBU. “Kalau ada yang melanggar aturan penyaluran BBM, kami punya wewenang dan tak segan menindak,” tegasnya.

Sanksi yang diberikan bertingkat sesuai tingkat kesalahan. Mulai dari dan sanksi surat peringatan sampai paling berat pemutusan hubungan usaha (PHU). “Tapi hal yang sama tidak bisa kami terapkan pada konsumen nakal, karena Pertamina bukan penegak hukum,” pungkasnya. (yuni)