Jalan Tol Membuka Pintu Sumbar ke Timur

Fakhrizal (ist)

SEBELAH barat Sumatera Barat adalah laut, ke sananya anak benua India, makin ke sana Afrika. Ke timur ya Riau. Dikunci oleh Kelok Sembilan, yang sekarang sudah bagai kota dalam rimba raya. Itu saja belum cukup. Sumbar perlu infrastruktur lainya, jalan kereta api dan tol.

Kini tol sudah dibuat. Belum sudah. Panjang dari sana, pendek dari sini. Baru 4,5 Km. Beringsut. Sama-sama kita bantu pemerintah menyelesaikan tol ini, sebab Sumbar hanya kebagian sirip, sedang tol tulang ikannya, akan terbentang di tengah Sumatera dari Lampung sampai ke Aceh. Orang dapat, awak tidak, manalah bisa.

Fakhrizal melihat, tol penting untuk pergerakan barang dan orang. Salah satu kasus pergerakan orang antarkota adalah saat Idul Fitri dan akhir pekan. Sedangkan untuk distribusi barang, makin ke depan, kian penting kecepatan. Riau makin membutuhkan kebutuhan harian, jika truk-truk dari Sumbar lamban masuk ke Pekanbaru, bisa dilibas oleh daerah lain.

Masalah pembebasan tanah, di Sumbar memang terlihat bermasalah, karena memang sedang tak ada masalah. Menuduh orang mengipas-ngipas, sama dengan memperlambat pembangunan tol tersebut. Di sinilah gubernur Sumbar mesti bekerja dengan gaya Minangkabau itu. Kalau di ruang kantor saja, tak pernah basobok jo rakyat, alamat banyak program akan bermasalah.

Fakhrizal diingatkan oleh tua-tua adat di Agam, agar: Alun rabah lah ka ujuang, alun pai lah babaliak, alun dibali lah bajua, alun dimakan lah baraso. Maksudnya, menjadi pemimpin di Minangkabau, pandangan harus jauh ke depan,visioner dan menguasai manajemen risiko, guna membaca masa depan itu.

Saripati ajaran itu, ia akan terapkan dan jalan tol tak bisa makin keker dari Padang saja, harus turun. Dima tumbuah kai ka sinan manyiangnyo. Kata tetua adat ke Fahrizal, ia harus memahami kilik-kilik kecek dan gamak Minangkabau, sebab tanpa ituakan ketahuan ia tak jujur.Maka jujur sajalah pada rakyat.

 

Batang pua jo batang kincuang

ambiak umbuiknyo ado gunonyo

Disapuah bana ameh lancuang

kilek timbago nampak juo.

Pepatah ini ini maksudnya, menjadi gubernur jangan berpura-pura baik, kerja keras dan tulus. Jika itu yang terjadi, lambat laun rakyat akan tahu. Karena itu ke depan, khusus untuk jalan tol, harus berjujur-jujur saja dengan rakyat. Kata dia, pejuang-pejuang dulu tak dibayar, rela memberikan harta dan nyawa. “Kini segala karena hidup negara sudah agak berkaadaan, maka rakyat tentu harus dipahami maunnya.”

Maka karena pemilihan dilaksanakan Desember, maka gubernur baru, yaitu Fakhrizal, Insya Allah, takkan lama lagi dilantik. Sejak itu dipijak gas untuk tol, demi kebaikan ekonomi bersama, Sumatera Barat. (*)