Istano Basa Pagaruyung Pusat Peradaban dengan Rangkiang dan Surau

Rangkiang berdiri mega dihadapan Istano Basa. (yusnaldi)

BATUSANGKAR – Sebagai pusat kerajaan Istano Basa Pagaruyung juga menjalankan fungsinya sebagai sentral peradaban, sosial dan budaya Minangkabau.

Tradisi kehidupan leluhur berjalan dan mengalir hingga kini di tengah masyarakat dimulai dari proses peradaban yang dipersembahkan keluarga besar istano sejak lama.

Tradisi sosial-budaya yang melekat dan diadaptasi masyarakat dapat ditemuai dalam museum budaya terbuka Istano Basa.

Kebesaran rumah gadang dilengkapi sarana dan menyimpan segala rupa kebutuhan kehidupan hingga itikad untuk melanjutkan kehidupan lebih baik di dunia dan kehidupan alam akhirat tersimpan utuh.

Dua dunia dalam melanjutkan kebutuhan kehidupan didunia, yakni adanya bangunan rangkiang, dan sarana kebutuhan untuk agama Islam berdiri surau.

Kedua bangunannya terpisah dan kokoh untuk melanjutkan kehidupan lebih baik.

Rangkiang Patah Sembilan berada di halaman Istano Basa berfungsi sebagai simbol kemakmuran dan kekukasaan alam Minangkabau.

Rangkiang dibangun di depan rumah dua buah. Kedua rangkiang itu berbeda fungsinya, namun secara umum rangkiang digunakan sebagai tempat menyimpan padi.

Rangkiang disatukan rancang bangunannya, namun memiliki sembilan nama dengan sembilan fungsi, yaitu: rangkiang Sitinjau Lauik gunanya penyimpanan harta, rangkiang Mandah Pahlawan gunanya untuk pertahanan. (H. DJ. Dt. Bandari LB Sati, 1988).

Ada rangkiang Harimau Pauni Koyo gunanya utuk menyipan kekayaan untuk pembangunan nagari, rangkiang Sitangka Lapa gunanya untuk sosia, rangkiang Kapuak Garuik Simajo Labiah gunanya untuk urang sumando.

Diikuti rangkiang Kapuak Galuak Bulek Basandiang gunanya untuk menyimpan kekayaan keperluan penghulu, rngkiang Kapuak Gadiang bapantang Lauk gunanya untuk menyimpan kekayaan untuk kebutuhan sehari-hari serta rangkiang Kapuak Kaciak Simaj Kayo gunanya untuk orang muda sebagai moral dan lain keperluannya.

Diantara semua rangkiang diatas yang paling istimewa posisinya adalah rangkiang Sitinjau Lauik, karena isinya adalah menyimpan harta kekayaan dan pusaka, posisinya berada pada ruang yang paling tengah. Lumbung ini boleh dibuka setahun sekali yang digunakan untuk keperluan menjaga adat, upacara adat dan menegakan penghulu.

Diarah belakang berdiri surau letaknya di belakang Istano. Fungsinya sebagai tempat shalat, belajar mengaji dan membaca Al-Quran. Kemudian, tempat tidur putra raja yang telah akhil baligh atau yang telah berumur tujuh tahun keatas.

Disamping mengaji, disinilah mereka diajarkan tentang adat, hukum syarak, sejarah, seni budaya dan silat. (yusnaldi)