Opini  

Hari Tani Nasional 24 September

Nurkhalis (ist)

Oleh: Nurkhalis

PETANI juga punya hari peringatan nasional walau tidak sepopuler hari peringatan lainnya. Bahkan di kalangan petani sendiri, Hari Tani Nasional hampir tidak diketahui. Setidaknya, itu yang saya tangkap dari kehidupan sehari-hari selaku anak dari keluarga petani. Bapak saya pensiunan guru dan ibu saya petani. Hampir semua keluarga besar saya di kampung, berpofesi sebagai petani. Sependek ingatan saya, tak sekali pun terdengar mereka mengetahui dan memperingati Hari Tani Nasional di kampung.

Ketika Pemilu 2019 lalu, dari sekian segmen pemilih yang menjadi prioritas sosialisasi untuk peningkatan partisipasi pemilih, sesuai juknis dari KPU RI tentang pembentukan relawan demokrasi, salah satu yang prioritas yang harus ada sebagai relawan demokrasi adalah petani. Sedangkan salah satu segmen marjinal itu adalah petani juga. Iya, dalam kosa kata pemilih sekali pun, petani masuk kategori segmen pemilih pinggiran. Kelompok masyarakat yang perlu di edukasi secara politik.

Jumlahnya banyak, namun akses informasi yang mereka dapatkan sangat minim. Faktanya memang begitu, petani sering terpinggirkan dari segi informasi dan juga terpinggirkan dari kebijakan negara.

Khusus untuk wilayah Kabupaten Limapuluh Kota, petani secara jumlah sangatlah banyak. Kalau melihat kenyataan ini, harusnya petani bukan lah kelompok marginal atau pinggiran. Tapi harus menjadi aktor utama pembangunan, karena mereka penyangga utama ekonomi masyarakat.

Pertanyaan kemudian muncul, kebijakan apa yang ditunggu oleh petani? Apa harapan terbesar petani terhadap negara?
Dalam skala lokal Kabupaten Limapuluh Kota, banyak harapan petani yang berharap dijawab dengan kebijakan negara. Negara musti hadir di tengah petani, mendengar segala keluh kesah dan harapan petani. Misal terkait pembangunan jalan produksi petani. Kemudahan akses pupuk bersubsidi, kepastian harga komoditi padi, coklat, jagung, jeruk, gambir, dan lain-lain. Banyak hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah.

Dalam setiap momen pemilu dan pemilihan kepala daerah, hampir sulit mendeteksi rumusan kebijakan yang disusun oleh calon yang bisa menyentuh persoalan pokok petani ini.

Untuk konteks Kabupaten Limapuluh Kota juga, salah satu komoditi primadona yang sudah puluhan tahun menjadi andalan petani adalah komoditi gambir. Seingat saya, soal harga komoditi ini, pemerintah tidak memiliki mekanisme pengaman harga dan kontrol pasar yang bisa melindungi petani pada saat panen di kabupaten itu.

Jika harga jatuh di pasar, petani hanya bisa pasrah dan bersabar. Jika pun petani menahan menjual hasil panennya ke pasar, akan cukup sulit dilakukan, karena ongkos produksi dan ongkos hidup dalam setiap masa panen harus segera ditutupi. Dengan terpaksa harga berapa pun di pasararan, hasil panennya akan tetap dijual untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Ini karena tidak ada mekanisme kontrol pasar dan harga pengaman buat petani, yang dibuat oleh pemerintah kabupaten. Semua diserahkan pada mekanisme pasar tanpa perlindungan terhadap petani.

Lain halnya dengan gabah dan padi dan jagung, pemerintah pusat melalui bulog memiliki harga pengaman buat petani. Jika sewaktu-waktu harga anjlok di pasar, maka bulog yang turun tangan membeli lansung ke petani. Walau kadang tidak sesuai kenyatataan yang dialami petani. Tapi jadi jugalah.

Pengorganisasian petani yang kuat, bukan saja membuat petani kuat secara politik. Tapi, juga bisa menjadi ruang daya tawar terhadap kelompok kepentingan tertentu. Seperti terhadap perusahaan, bahkan daya tawar kepada pemerintah. Andai saja seluruh petani di Kabupaten Limapuluh Kota bisa bersatu, kuat oraganisasi dan serikat taninya, maka jumlah petani yang banyak bisa menjadi kekuatan penentu dalam membuat kebijakan yang ramah dan berpihak terhadap petani itu sendiri.

Petani adalah kelompok masyarakat yang sifat sosialnya paling tinggi. Namun mereka belum mampu menopang gerakannya sendiri. Bahkan sebenarnya, kalau petani bisa terorganisir dan bersatu sudah pasti mampu menentukan dan memenangkan calon pemimpin pilihannya sendiri.

Bahkan kekuatan petani yang berjuang atas nama petani, menyuarakan kepentingan petani, berbicara tentang nasib petani, karena pada akhirnya hanya petani yang bisa mengetahui dan paham masalahnya mereka sendiri. Ini hanya harapan. Kebetulan saya adalah anak seorang petani, yang juga seorang petani dan bangga sebagai petani serta akan berjuang sampai kapan pun untuk petani. Selamat Hari Tani Nasional !!! (Penulis Korwil Gerakan Pemuda Tani (Gempita) Sumatera Barat)