Opini  

Eksistensi Larangan Menikah Satu Suku di Minangkabau

Oleh Abdul Jamil Al Rasyid

Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Minangkabau merupakan salah satu wilayah kebudayaan yang menganut sistem matrilineal di Indonesia. Sistem kekerabatan matrilineal merupakan sistem kekerabatan yang menganut garis keturunan ibu. Sistem matrilineal adalah sistem kekerabatan yang paling tua di dunia, karena menurut sejarahnya sistem matrilineal adalah sistem yang meniru sistem kekerabatan yang berasal dari hewan. Di Minangkabau sistem kekerabatan matrilineal masih eksis hingga sekarang. Salah satu contoh yang bisa dilihat dari sistem kekerabatan matrilineal di Minangkabau adalah masih kuatnya tradisi larangan menikah satu suku.

Di Minangkabau menikah satu suku adalah sebuah larangan dan aib bagi kaum satu suku kita. Suku merupakan golongan orang-orang atau clan yang terdapat di Minangkabau menurut garis keturunan ibu. Suku adalah identitas dari seseorang di Minangkabau. Contoh dari suku di Minangkabau misalnya ada Koto, Piliang, Sikumbang, Pisang, Guci dan lainnya. Makanya dalam sistem kekerabatan matrilineal di Minangkabau menikah satu suku adalah sebuah larangan karena menurut sejarahnya para datuk atau mamak dari suku Minangkabau terdahulu sudah memberikan sumpah untuk anak kemenakan yang menikah di Minangkabau.

Datuak merupakan pemimpin dari suku di Minangkabau, setiap suku ada datuak yang memimpin kaum dari suku tersebut. Sedangkan mamak merupakan orang yang dituakan di kaum tersebut, setiap keluarga ada mamak yang akan mengurus para kemenakan di Minangkabau. Datuak hanya satu dalam satu suku kaum sedangkan mamak banyak terdapat dalam kaum tersebut. Makanya di Minangkabau menikah satu suku garis keturunan ibu sangat dilarang oleh mamak karena bisa saja kita terkena sumpah yang sudah diberikan oleh Datuak terdahulu di Minangkabau. Contoh dari sumpah tersebut adalah anak keturunan dari yang menikah satu suku cacat, hidupnya melarat dan lainnya. Penulis pernah melihat fakta seperti yang terjadi di atas karena menurut orang yang ada di sekitar penulis, sumpah dari Datuak terdahulu tersebut memang berlaku hingga sekarang.

Larangan-larangan menikah satu suku di Minangkabau sekarang sudah mulai tidak diketahui banyak orang. Karena orang di zaman sekarang sudah memiliki landasan di dalam agama Islam dibolehkan. Menurut penulis memang di dalam agama Islam dibolehkan menikah dengan saudara, tetapi dalam kehidupan orang Minangkabau apakah etis dilakukan. Hal ini menurut penulis membuat banyak orang yang melanggar pernikahan satu suku tersebut. Tetapi ketika dia sudah mendapatkan akibat dari hal tersebut maka baru dia akan merasakan apa yang di gaungkan oleh Datuak orang Minangkabau terdahulu.

Penulis berpendapat bahwa orang yang melanggar tersebut, memang tidak salah. Tetapi dia hidup di alam Minangkabau, dengan latar belakang budaya Minangkabau sedari kecil, maka dengan dia menikah satu suku, dia tidak menghargai adat serta tradisi yang sudah mendidik dia semenjak kecil. Makanya sumpah yang telah dicanangkan oleh Datuak tersebut berlaku hingga sekarang. Sumpah tersebut yang membuat orang takut apabila menikah satu suku, karena dalam kejadian nyata, memang ada orang yang terkena sumpah seperti yang sudah penulis sebutkan diatas. Orang banyak berpendapat bahwa menikah satu suku adalah hal yang wajar, penulis juga tidak menyalahkan tetapi coba kita ingat kembali bahwa nenek moyang kita sudah susah payah membuat ketetapan. Hingga dalam Islam menurut penulis orang yang tidak menghargai ketetapan yang telah dibuat bersama, apakah itu tidak sebuah kesalahan?

Hingga sekarang penulis masih geram dengan perkataan, di dalam agama kita tidak apa-apa menikah satu suku. Kita kan masih beragama, makanya lahirlah falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Dengan falsafah ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kita bisa menghargai adat, dan kita juga bisa menghargai agama kita. Artinya kita menjalankan kedua aturan yang berlaku di Minangkabau tersebut. Orang Minangkabau adalah orang yang beragama Islam serra paham dengan adat dan budaya Minangkabau. Hargai kedua aturan yang mengikat kita tersebut agar kita selamat hidup di dunia ataupun di akhirat.

Salah satu akibat dari menikah satu suku biasanya diusir dari kampung. Tetapi hari ini tidak semua nagari di Minangkabau menerapkan hal tersebut. Terkadang banyak orang yang sangat menyayangkan hal tersebut. Makanya hal ini tidak bisa kita pungkiri bahwa dengan semakin berkembangnya zaman serta teknologi yang ada hingga sekarang, maka dengan kejadian tersebut sudah disepelekan oleh masyarakat. Masyarakat sekarang tidak tahu apa-apa tentang akibat dari menikah satu suku tersebut. Masalah seperti ini sudah banyak terjadi, karena setiap Nagari tidak kokoh menerapkan aturan yang sudah disepakati oleh Datuak kita terdahulu.

Untuk itu, penulis sangat menyayangkan orang yang menikah dengan satu sukunya. Karena menurut penulis dia tidak menghargai Datuak terdahulu dari kaumnya. Makanya hal ini adalah salah satu masalah yang paling besar di Minangkabau hingga saat ini. Penulis memiliki pendapat begini saja, ketika kita tidak menghargai apa yang telah ditetapkan lebih baik keluar saja dari tanah Minangkabau. Karena dengan adat dan tradisi seperti ini adalah ciri khas dari orang Minangkabau itu sendiri. Suku merupakan identitas dari orang Minangkabau, makanya jangan pandang remeh suku kita di Minangkabau. Karena suatu saat kita akan merasakan sendiri akibat dari yang kita perbuat. (***)