Dugaan Pengrusakan Lingkungan Kawasan Mandeh, Wabup Pessel Jalani Sidang Perdana

PADANG – Kasus dugaan pengrusakan lingkungan di Nagari Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan sudah masuk ke proses pengadilan, Selasa (17/9). Wakil Bupati Pesisir Selatan, Rusman Yul Anwar (56) menjadi terdakwa kasus tersebut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Rusman melanggar pasal 109 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam sidang perdana tersebut JPU, Fadlus Azmi membacakan dakwaan. Dalam dakwaannya JPU menyebutkan dugaan pengrusakan lingkungan tersebut terjadi di Nagari Mandeh, kecamatan Koto IX, Tarusan, Pesisir Selatan.

Berdasarkan dakwaan tersebut, JPU mendakwa Rusman diduga telah dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara amblen, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Dalam dakwaan JPU menyebutkan, kasus tersebut bermula dari terdakwa yang membeli tanah di lokasi tersebut pada Maret 2016 seluas 3 hektare seharga Rp250 juta. Kemudian terdakwa melakukan pekerjaan pembangunan di lokasi tersebut. Antara lain, melakukan pelebaran jalan untuk pelabuhan dengan menggunakan alat berat excavator tipe PC 130 F yang dioperatori oleh saksi Yulhardi dengan cara menindas bakau (mangrove) selebar 2 sampai dengan 2,5 meter dan panjang lebih kurang 30 meter.

Kemudian, lahan-lahan tersebut ditimbun dengan pasir dan karang yang berasal dari perairan laut di samping kanan sambil melebarkan perairan laut dan memdalamkan perairan yang semula 1 meter menjadi 4 meter. Tujuan pelebaran memperpanjang dan memperdalam perairan tersebut agar remaga dan pelabuhan yang dibuat tersebut dibuat tersebut dapat disandarai kapal.

Terdakwa juga memerintahkan saksi Jafrizal untuk meratakan bukit untuk membuat jalan dan membangun penginapan dengan menggunakan escavator. Kemudian saksi Jafrizal membuat turap bukit dengan memotong bukit, membuat akses jalan dengan meratakan bukit dilahan milik terdakwa. Selain itu juga membuat tapak rumah sebanyak 3 unit dengan memotong bukit dengan variasi ketingguan antara 5 hingga 10 meter.

JPU melanjutkan dalam proses pengerjaan tersebut Bupati Pesisir Selatan dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah sempat memberikan peringatan penghentian pengerjaan tersebut karena lokasi itu adalah kawasan hutan. Namun terdakwa tetap melanjutkan pengerjaan dengan membangun dua rumah/cottage, satu wc dan kamar mandi.

Pengerjaan cottage berada di dua lokasi, lokasi 1 berbatasan dengan perairan Teluk Mandeh dan vegetasi mangrove seluas 1 hektare. Di lokasi ini ditemukan 2 lokasi pengrusakan mangrove yang akan digunakan untuk pembuatan dermaga. Lokasi 2, berada di sebelah utara yang lokasinya merupakan bukit yang berbatasan dengan hutan. Di lokasi ini telah berdiri 4 bangunan permanen. Di lokasi ini juga sudah dibangun fasilitas jalan dan pembangunan rumah dan jalan uang tidak memiliki IMB dan izin lingkungan.

Dalam dakwaan, JPU juga melampirkan beberapa keterangan saksi ahli, Nyoto Santoso. Dia menyebutkan pada lokasi yang diduga telah dilalukan pengrusakan tersebut tak nampak lagi hutan mangrove yang dulu pernah ada. Kondisir mangrove telah mati dan rusak. Dikarenakan rusak dan matinya mangrove telah mengakibatkan hilangnya tumbuhan semai sebesar 5.925 individu, tumbuhan tingkat pancang 17.380 batang, tumbuhan tingkat pohon 79 batang, cadangan karbon dari hutan mangrove hilang. Selain itu hilangnya keanekaragaman flora dan fauna pada lahan seluas 7.900 meter persegi. Selain juga mengakibatkan kekeruhan di sepanjang perairan.

JPU menilai terdakwa tidak memiliki izin dari instansi yang berwenang yaitu Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pesisir Selatan untuk pembukaan lahan, pembuatan jalan menuju bukit, pemotongan bukit. Rencananya proses persidangan kasus ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda eksepsi atau pembelaan terdakwa. (septri)