Dugaan Gratifikasi yang Dilaporkan Wabup Ferizal, Ditindaklanjuti KPK

Ilustrasi

LIMAPULUH KOTA-Dugaan gratifikasi terkait biaya haji yang terjadi di Limapuluh Kota, disikapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Sejumlah pegawai KPK yang mengaku dari Direktorat Gratifikasi, mendatangi kantor Bupati Limapuluh Kota di Sarilamak, Harau, Kamis (17/10) siang. Mereka datang menindaklanjuti laporan Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan, ke KPK beberapa waktu.

Kedatangan sejumlah pegawai KPK terpantau sejumlah awak media di ruang kerja wakil bupati, sekitar pukul 09.30 WIB. Sekitar empat orang (dua pria dua wanita) tim lembaga anti rasuah itu tampak mengenakan baju batik. Mereka datang tanpa pengawalan aparat kepolisian.

Hampir satu jam pegawai KPK berada di ruangan kerja wakil bupati Limapuluh Kota itu. Bahkan, beberapa pejabat Pemkab terlihat keluar masuk satu persatu. “Kita dari Direktorat Gratifikasi (KPK RI). Ya, minta keterangan sekaligus sosialiasi saja,” ujar salah seorang pegawai KPK, yang enggan menyebutkan namanya ketika dikonfirmasi wartawan usai meminta keterangan.

Pegawai KPK lainnya juga terkesan irit memberi keterangan. Apalagi ketika ditanya perihal apakah agenda kedatangan KPK ke Luak Nan Bungsu untuk menindaklanjuti, dugaan gratifikasi biaya haji Wakil Bupati Ferizal Ridwan yang sempat santer pemberitaan beberapa waktu lalu. “Enggak ada. Kita sosialisasi gratifikasi aja,” timpal seorang pegawai KPK lainnya sambil melaju ke arah mobil.

Adapun Wakil Bupati Ferizal Ridwan, ketika dikonfirmasi mengakui dirinya didatangi sejumlah pegawai KPK guna memintai keterangan. “Dari Direktorat Gratifikasi KPK, ya, perihal gratifikasi sekaligus meminta keterangan sekaligus masukan ke kami selaku pejabat negara,” katanya.

Ferizal juga tidak menampik, jika kedatangan sejumlah pegawai KPK dalam rangka menindaklanjuti penerimaan gratifikasi yang ia laporkan, ketika hendak melaksanakan prosesi ibadah haji Juli 2019 lalu. “Ya, termasuk soal itu. Mereka juga minta pendapat dan pandangan soal pencegahan gratifikasi di lingkungan birokrasi,” sebutnya.

Terkait penerimaan gratifikasi yang diberikan sejumlah pejabat kepada dirinya, Ferizal menyebut, selaku Pejabat Negara yang taat hukum ia telah melaporkan penerimaan tersebut ke KPK sebelum berangkat melaksanakan ibadah haji. “Sesuai UU Tipikor nomor 31/ 1996 serta Per- KPK nomor 2/ 2014, itu kan wajib seluruh pejabat negara, pejabat pemerintahan atau pun ASN melapor penerimaan gratifikasi. Dan itu sudah saya lakukan,” tutur Ferizal Ridwan.

Dia menambahkan, pelaporan penerimaan gratifikasi dilakukan secara online atau langsung ke kantor KPK dan wajib dilakukan 30 hari setelah menerima gratifikasi. Hal tersebut sebagai bentuk itikad baik dari pejabat negara terhadap aturan konstitusi. “Kita mencontoh Bapak Kapolri, yang menerima hadiah pedang emas dari Kerajaan Saudi. Penerimaannya langsung dilaporkan ke KPK. Malah, jika tidak melaporkan, penerima bisa terjerat korupsi,” tambah Ferizal.

Ketika dimintai keterangan, Ferizal menyebut KPK sempat memuji serta meminta pendapatnya soal pelaporan penerimaan gratifikasi. KPK, katanya, akan menetapkan status gratifiksi yang ia terima dari Bupati dan sejumlah pejabat. “Dalam hal ini, saya juga diminta KPK mengembalikan penerimaan itu ke kas negara. Sesuai aturan komisi, saya juga siap mengembalikan,” tambahnya.

Seperti diketahui, dugaan penerimaan gratifikasi untuk biaya pendamping haji wakil bupati sempat hangat di pemberitaan dan media sosial setelah foto serah terima dana senilai Rp70 juta beredar di media sosial. Dana yang diserahkan langsung Bupati Irfendi Arbi itu disebut berasal dari sumbangan sukarela dari beberapa OPD yang peduli kepada wakil bupati.

Sebab, Wabup Ferizal Ridwan sempat terancam batal melaksanakan ibadah haji, akibat keluarnya SE Mendagri yang mengharuskan seluruh kepala daerah membiayai pelaksanaan keberangkatan haji dengan biaya pribadi atau tidak dengan menggunakan APBD. bule