Dosen ISI Padang Panjang Gelar Aksi Tuntut Pencairan Tunjangan Kinerja

PADANG PANJANG – Isu Tunjangan Kinerja (Tukin) kembali memanas di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Kali ini, para dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang menggelar aksi solidaritas di kampus mereka, usai pelaksanaan salat Jumat.

Aksi ini merupakan bentuk dukungan terhadap gerakan nasional yang menuntut pencairan Tukin bagi dosen ASN di bawah naungan Kemendikbudristek.

Koordinator aksi, Aryoni Ananta, S.Ds., M.Sn., menegaskan bahwa tuntutan ini berlandaskan hak yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

“Tukin adalah hak kami yang seharusnya sudah diterima sejak UU ASN diundangkan. Namun, sampai saat ini dosen ASN Kemendikbudristek, khususnya saintek, belum pernah merasakan hak tersebut, sementara dosen ASN di kementerian lain sudah mendapatkannya sejak tahun 2012,” ungkap Aryoni.

Dalam aksi tersebut, para dosen ISI Padang Panjang menyatakan bergabung dengan Aliansi Dosen ASN Kemenristek Seluruh Indonesia (ADAKSI), yang juga memperjuangkan isu serupa di berbagai wilayah.

“Kami siap mendukung penuh gerakan nasional ini. Untuk aksi lanjutan, kami akan terus berkoordinasi dengan rekan-rekan ADAKSI agar langkah kami selaras dengan perjuangan dosen-dosen ASN di seluruh Indonesia,” jelasnya.

Aksi solidaritas ini melibatkan dosen dari berbagai program studi dan fakultas di ISI Padang Panjang tanpa memandang pangkat, golongan, atau masa kerja.

Aryoni menekankan bahwa isu Tukin dirasakan secara merata oleh semua pihak.

“Ini bukan tentang jabatan atau golongan. Semua dosen ASN di Kemendikbudristek merasakan dampak dari ketidakjelasan ini. Kami bergerak bersama demi keadilan,” ujarnya.

Menurut Aryoni, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi telah menyatakan bahwa pembahasan mengenai Tukin sedang berlangsung secara intensif dengan Kementerian Keuangan. Namun, para dosen menuntut adanya kepastian yang konkret.

“Kami mengapresiasi upaya yang sedang dilakukan pemerintah, tetapi ini sudah terlalu lama. Lima tahun tanpa kejelasan adalah waktu yang sangat panjang,” pungkasnya.

Aksi ini menjadi pengingat bahwa persoalan Tukin bukan hanya masalah administratif, tetapi juga menyangkut kesejahteraan dan keadilan bagi tenaga pendidik di seluruh Indonesia.(*)