JAKARTA – Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tahun ini menugasi PT Pertamina Patra Niaga dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) menyalurkan solar bersubsidi sebanyak 15,1 juta kiloliter (KL). Pertamina mendapat penugasan sebanyak 14,9 juta KL dan AKRA sebesar 186.000 KL.
Penetapan kuota ini didasarkan tiga variabel dasar perhitungan, yakni usulan kebutuhan JBT minyak solar tahun 2022 dari pemda; data realisasi penyaluran JBT minyak solar Pertamina dan AKR tahun 2021; dan rumusan formula yang sesuai dengan kesepakatan rapat bersama para pemangku kepentingan.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan bahwa sudah saatnya pemerintah mulai mengurangi beban subsidi pada solar.
Alasannya, disparitas harga jual solar subsidi dan harga keekonomiannya sangat tinggi. Selain itu, penggunaan terbesar solar subsidi adalah untuk kepentingan bisnis.
“Pemerintah setidaknya sudah mulai berusaha mengurangi beban subsidi pada BBM jenis solar,” ungkap Sofyano dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/1/2022).
Sofyano mengungkapkan, subsidi pada solar sangat besar. Tercatat, solar subsidi saat ini hanya dijual seharga Rp5.150/liter. Sementara, harga solar nonsubsidi mencapai sekitar Rp11.000/liter.
“Jadi disparitas harga yang terjadi sangat besar atau sekitar Rp5.850/liter,” paparnya.