Laporan HPN (2) :Catatan Tercecer di Kota Nopan

KOTA NOPAN.

Ada catatan tercecer dari perjalanan rombongan 28 orang Pengurus PWI Sumbar menuju HPN Medan 8 -12 Januari. Lokus kejadian adalah di Kota Nopan kabupaten Mandailing Natal (Madina).

Senin (6/2) pukul 19.45 Wib, mobil bus merek Dinding Pangeran yang dikemudikan Anto berbelok dan berhenti di sebuah rumah makan kecil. Saya dan semua penumpang pun turun. “Ini rumah makan Islam dan halal, aman ” kata sopir bus kami.

Seorang laki laki separo baya berkupiah putih memberikan keyakinan kepada kami bahwa kedai nasi ini adalah kadai nasi halal. Keyakinan itu ditambah dengan tampilnya dua pelayan dua gadis cantik dengan busana muslimah, pakai jilbab tentunya.

Saya bisa sedikit sedikit menggunakan bahasa Batak, langsung bertanya kedua gadis pelayan yang senyum ramah itu. “A ha gulai na (apa sambal nya?)” ucap saya.

Saya memang memilih makan malam dulu, baru kemudian me laksanakan salat Isya dan Jamak salat Magrib.

Kontan langsung meluncur dengan cepat bahasa Tapanuli dari si pelayan, kata kata yang hanya saya mengerti saparohnya saja. “Adong ikan salaaai ” terdengar ucapan salah satu kalimat yang saya pahami, sementara kalimat kalimat lain yang menyebut gulai ikan,daging dan ayam, otak saya bisa merekamnya.

Maka tak panjang pikir, saya bilang saja, Olo ikan salai!. Dihidanglah nasi dengan ikan salai, ada sepiring kecil gulai paku dan sedikit ikan asin kentang. “Enak makannya pak hajji!” sapa rekan Edi Jarot Pemred Koran Padang.

Ternyata Edi Jarot yang didampingi Tek Bayanya, isteri beliau, Ibu Putri membawa bekal berupa satu tenong goreng jengkol muda dengan ikan siam kering ditambah satu taperwer goreng kacang tanah pakai teri.

Edi Jarot juga memesan paket hidangan seperti yang saya lahap.

“Silakan pak Hajji , lapir lah goreng jaring ini, ini lemak ini” ujar Edi Jarot berbasa kepada saya.Tak berbasa, saya langsung saja sendoki pindah ke piring nasi saya goreng jaring muda buatan isteri Edi Jarot, sambal “kenegaraan” saya yang sering dibuatkan “Tek Baya” (isteri red)

Udara yang dingin perut lapar apalagi telah melewati perjalanan mobil dihoyak kiri kanan lantaran jalan berlubang, mulai dari Simpang Gadut Agam sampai ke Koto Nopan, tentu saja membuat makan saya sangat lahap, betapa lapuk lapaknya makan saya jelang salat Isya itu.