Oleh Hendri Nova
Wartawan Topsatu.com
Pagi itu, hujan turun lumayan lebat dari malam sampai pagi di Belimbing Padang. Jalanan becek di sana sini, sehingga kalau bukan karena keperluan mendesak seperti mengantar anak sekolah atau ke kantor, rasanya hari itu warga enggan keluar rumah termasuk penulis sendiri.
Namun setelah ditunggu sampai mendekati pukul 09.00 WIB, hujan tak kunjung berhenti meski intensitasnya mulai menurun. Sisa-sisa rinai masih ada, cukup membuat baju basah kuyup, dalam waktu satu jam ke depan.
Karena tidak ada tanda-tanda hujan mau berhenti sepenuhnya, penulis yang saban hari membantu istri belanja keperluan dapur ke Pasar Belimbing Padang, akhirnya nekad menembus hujan rinai menjelang siang hari itu.
Seperti yang sudah diprediksi, jalanan di pasar tradisional Belimbing dipastikan becek di sana sini. Penulis tanpa membuang waktu, langsung menyelusuri jalan menuju los ikan.
Di belokan kedua setelah kios pedagang daging, langkah penulis jadi tertegun, melihat seorang ibu tua tidur terbaring di jalanan becek di depan kios pedagang. Ibu tua yang saban hari mengemis di Pasar Belimbing ini, sudah tidak bisa jalan dengan kaki tuanya yang ringkih.
Ia rutin mengais sedekah dari belas kasihan warga yang datang ke pasar maupun dari pedagang sendiri, dengan cara merangkak bersama ember kumal yang selalu menemaninya di tangan kanan. Tidak banyak yang bisa dilakukan warga, selain ikut memberikan sumbangan sesuai kemampuan masing-masing.
“Buk, kenapa ibuk pengemis itu berbaring di jalanan becek seperti itu? Apakah dia sakit?” tanyaku pada seorang pedagang.
“Kalau sakit, tentu beliau tidak akan ke pasar seperti biasa. Beliau memang kalau sudah capek berkeliling, selalu berbaring tidur disitu sambil menunggu belas kasihan warga,” kata Ita, pedagang penjual jeruk nipis dan kerang air tawar.
“Kasihan ya Buk, jalanannya becek, hujan masih turun rintik. Apa beliau tak punya keluarga,” tanyaku lagi penasaran, sambil memilih jeruk nipis yang hendak dibeli.
“Ibu itu sudah susah diajak bicara, jadi walau kami iseng menanyakan rumahnya, jadi tak bisa juga dapat jawaban,” jawabnya.
“Oh begitu…” sambutku melongo.
Ada rasa di hati ini ingin menginvestigasi keberaadaan rumah ibu tua ini. Namun dalam keadaan tanpa bisa memberi setelah wawancara, hatiku serasa tak bisa terima.