BPN Padang Pariaman Targetkan 5.000 PBT dengan 1.300 SHAT di Empat Nagari

Kepala BPN Padang Pariaman Gatot Teja Pratama bersama sejumlah pejabat di lingkungan BPN memberikan keterangan seputar antusiasnya masyarakat mengurus sertifikat serta program PTSL tahun ini di empat nagari. (damanhuri)
PARIK MALINTANG -Pandemi covid-19 membuat banyak sektor jadi lesu. Daya beli jauh menurun, sebagian pedagang pun lebih memilih menutup dagangannya. Kalau pun ada yang menggelar dagangan, nyaris tak bergerak.
Termasuk juga antusias masyarakat berurusan juga melambat.
Kepala Badan Pertanahan Padang Pariaman Gatot Teja Pratama kepada Singgalang menyebutkan, sebelum virus corona masuk ke negara ini, antusias masyarakat mengurus sertifikat tanahnya cukup tinggi. “60 persen masyarakat Padang Pariaman itu tercatat berlomba-lomba mengurus sertifikat tanahnya. Corona masuk, jumlah yang sebanyak itu turun 90 persen,” kata Gatot, Selasa (14/4) kemarin.
Namun demikian, pihaknya terus melakukan berbagai upaya, agar kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sertifikat tanah tetap dilakukan. “Sosialisasi itu dilakukan sampai ke tingkat nagari dan korong. Seperti dalam menjalankan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang sebelumnya bernama Prona,” ulas Gatot yang didampingi sejumlah pejabat di lingkungan BPN Padang Pariaman tersebut.
Menurut dia, tahun ini pihaknya dapat target 5.000 Peta Bidang Tanah (PBT) dengan 1.300 Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT). Dari target demikian, hingga saat ini telah terealisasi 1.724 PBT dengan 343 SHAT. Tahun ini, nagari yang dapat PTSL itu adalah Pakandangan, Toboh Ketek, Kecamatan Enam Lingkung, Pilubang, Kecamatan Sungai Limau, dan Nagari Sungai Asam, Kecamatan 2×11 Enam Lingkung.
Gatot Teja Pratama menjelas, prosedur mengurus sertifikat tanah itu sebenarnya tak begitu sulit dan melelahkan.
“Sepanjang prosedur telah lengkap, hanya 120 hari dari setelah pengukuran dan sidang panitia, sertifikat sudah terbit,” sebutnya.
Dia mengakui adanya pihak-pihak yang merasa dipermainkan di BPN ini, seperti lama dan berbelit-belitnya urusan.
“Sebenarnya, yang membuat lama terbitnya sertifikat itu adalah ketika pengukuran, para pihak terkait yang punya kewajiban di batas sepadan tak berada di tempat. Atau, tetangganya banyak yang tinggal di rantau, sehingga untuk sebuah legalitas tanda tangan memakan waktu yang cukup lama,” ulas dia.
Nah, katanya lagi, persoalan itulah yang menjadi penghalang, dan lambannya proses terbitnya sertifikat tanah. Masyarakat hanya tahu, berurusan dengan BPN susah. Padahal tidak sama sekali. Hanya mereka sendiri yang membuat urusan itu jadi panjang dan lama.
“Cobalah, ketika pengukuran semua pihak, baik yang namanya akan ada di sertifikat maupun pihak batas sepadan ada dan menyatakan sikap yang jelas dengan bukti identitas dan tanda tangan, cepat urusannya itu,” ungkap Gatot.
Belum lagi, tambah Gatot, para niniak mamak kepala waris yang tidak semua memberikan dukungan terhadap pentingnya sertifikat tanah itu. “Inilah yang paling menyulitkan. Sebab, niniak mamak di Padang Pariaman punya otoritas yang tinggi dalam menentukan hitam putihnya pusaka rendah dan pusaka tinggi, serta tanah ulayat,” ujarnya.
Begitu juga, kata Gatot, ketika pihaknya melakukan sosialisasi PTSL yang banyak memberikan kemudahan bagi masyarakat, juga punya kendala tersendiri bagi tokoh masyarakat. “Ada walinagari yang menolak itu. Padahal, PTSL memberikan ruang gerak dan legalitas tanah secara mudah dan murah, tanda pemerintah hadir di tengah masyarakat. Tetapi bagi pemangku kepentingan, seperti walinagari masih saja menentang,” katanya. (501)