Bertemu dengan FWP DPRD Sumbar, Supardi Bahas Transparansi Informasi hingga Perda Tanpa Pergub

 

PADANG – Berdiskusi dengan puluhan wartawan yang tergabung dalam Forum Wartawan Parlemen (FWP) DPRD Sumbar, Rabu (4/1) malam, Supardi selaku ketua Ketua DPRD Sumbar menegaskan pentingnya transparansi informasi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.

“Transparansi itu penting bagi pemerintahan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat. Dengan keterbukaan, masyarakat bisa mengakses semua informasi, khususnya terkait dengan kegiatan-kegiatan pembangunan,” kata Supardi dalam kegiatan yang berlangsung di rumah dinas Ketua DPRD Sumbar ini.

Menurutnya, dengan transparansi ini maka program-program dan kegiatan kedewanan dan pemerintahan dengan mudah diakses masyarakat.

“DPRD Sumbar telah membuktikan soal keterbukaan informasi ini, tidak ada yang ditutup-tutupi,” ujar Supardi.

Keterbukaan informasi di DPRD, termasuk soal APBD pun boleh diketahui masyarakat. Dalam hal ini, keberadaan wartawan juga penting sehingga informasi tersebut bisa sampai ke masyarakat.

“DPRD harus terbuka. Ini komitmen kami. Dia tidak boleh tertutup atau eksklusif. Selain informasi dari media, masyarakat juga bisa mengakses website DPRD,” tukasnya.

Diskusi bersama puluhan wartawan anggota FWP DPRD Sumbar ini berlangsung akrab dan hangat. Sejumlah hal juga sempat dibahas dalam pertemuan itu, seperti soal pembangunan jalan tol.

Supardi berpendapat, tidak ada masyarakat yang menolak pembangunan jalan tol, tapi yang sering terjadi di lapangan adalah pola komunikasi yang kurang tepat, sehingga membuat pengerjaannya menjadi tersendat.

“Sebagai orang minang, tanah ulayat itu adalah harga diri. Jika komunikasi dengan ninik mamaknya pemilik tanah tidak tepat, jelas mereka menolak. Inilah yang mesti diperhatikan pemerintah dengan tim pembebasan lahannya,” katanya.

Pada kesempatan itu Supardi juga menyebut soal perda tanpa pergub yang terjadi. Menurutnya banyak perda yang tak bisa dilaksanakan karena belum terbitnya pergub. Apalagi menurutnya, membuat perda cukup menguras energi dan anggaran, tapi tak bisa berjalan karena terhambat belum adanya pergub.

“Bayangkan, untuk melahirkan satu perda saja, mulai dari pembuatan naskah akademis, pembahasan hingga penetapan sedikitnya menghabiskan anggaran Rp.1,5 miliar. Saat ini, ada puluhan perda tanpa pergub. Karena itu, saya sudah minta bagian perundang-undangan sekretariat DPRD untuk mendatanya. Seharusnya ini kerja bagian hukum Pemprov,” ungkap Supardi. (W)