Agam  

Bupati Agam Andriwarman Mantapkan Nagari Pasie Laweh Inspirasi Kearifan Lokal Untuk Ketahanan Pangan

 

JAKARTA- Membangun ketahanan pangan dengan tetap melestarikan hutan adalah tantangan bagi Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jelas, itu bukan pekerjaan ringan.

Namun Bupati Agam DR. H. Andri Warman, MM memiliki strategi kebudayaan yang jitu untuk mewujudkan baik ketahanan pangan maupun terjaminnya kelestarian hutan.

Bupati Andri Warman melihat sebagai bagian dari domain kebudayaan Minangkabau, di Kabupaten Agam terdapat sejumlah gagasan konseptual akan nilai dan norma yang hidup di tengah masyarakat sebagai kearifan lokal.

Gagasan konseptual itu berbentuk warisan-warisan nenek moyang dalam tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya, dan adat istiadat. Tidak jarang, gagasan tersebut menjadi inspirasi bagi masyarakat dalam menjalankan tata kehidupan.

“Saya mengambil inspirasi dari gagasan-gagasan yang hidup di tengah-tengah masyarakat tersebut, khususnya kearifan lokal dari Nagari Pasia Laweh,” jelas Bupati Andri Warman di depan Tim Juri Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023 saat menyampaikan presentasi belum lama ini.

Sebagai kepala daerah, Andri Warman meyakini gagasan berupa kearifan lokal ini berpotensi menjadi strategi efektif dalam menjaga keberlangsungan Sumber Daya Alam (SDA) sekaligus menciptakan ketahanan pangan masyarakat secara berkelanjutan.

Mengenakan baju adat khas Kabupaten Agam, Andri Warman menjelaskan konsennya memformulakan suatu strategi pemecahan persoalan ketahanan pangan melalui disiplin sosial dan kebudayaan lokal.

“Strategi sosial dan kebudayaan lokal ini beririsan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2021- 2026, Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) dan sekaligus menjadi salah satu dari tiga prioritas kami selain sektor agama dan pendidikan,” ungkapnya.

Di sektor kebudayaan ataupun adat-istiadat, Andri Warman konsen membangun
kembali (rebuilding) Sumber Daya Manusia (SDM) yang sudah ada menjadi lebih berdaya.

Ia berupaya mengembalikan konsep masyarakat adat kepada fitrahnya sebagai aktor penjaga keberlangsungan nilai dan norma baik konteks individu, keluarga ataupun kaum (suku).

Namun ia juga menggiring untuk mengaktualisasikan (upgrading) gagasan-gagasan kebudayaan lokal sebagai usaha menjamin ketahanan pangan keluarga, kaum maupun masyarakat.