Awaluddin Kahar, Mantan Wartawan Singgalang Berpulang

Bang Awkar dilahirkan di Sinabang, 1 Agustus 1968, di ibukota Kabupaten Kepulauan Simeulue, Aceh. Anak Bapak Kaharuddin dan ibu Nurmadhah (almarhum) ini, menyelesaikan pendidikan tingkat SD hingga SMA di kampung kelahirannya. Dia tamatan SD Negeri Inpres Sinabang, walaupun dari kelas satu sampai kelas lima ia sekolah di SD Muhammadiyah Sinabang. Sedangkan pendidikan tingkat menegah pertama diselesaikannya di SMP Negeri 1 Sinabang.

Tamat SMP, dia tidak melanjutkan ke SMA, tapi Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) Sinabang menjadi pilihannya. Bang Awkar menyelesaikan pendidikannya di MAM tahun 1987.

Sekolah di MAM, menurut Bang Awkar, dirinya mendapat dua ijazah. Satu ijazah dari MAM itu sendiri dan satu lagi dari Mandrasah Aliyah Negeri (MAN) Meulaboh. Setamat dari MAM ia pun melanjutkan kuliah di Kota Banda Aceh. Tapi, karena faktor ekonomi, Bang Awkar tidak sempat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

Mengutip catatan Muhammad Subhan di kabarindonesia.com, meski belum menyandang gelar sarjana, Bang Awkar termasuk sosok wartawan pekerja keras. Dia bersungguh-sungguh menekuni dunia jurnalistik. Kendatipun dia memiliki banyak keterbatasan, akan tetapi semangatnya dalam menekuni profesinya, mungkin patut dicontoh.

Bang Awkar merantu ke Kota Padang Sumatera Barat pada akhir tahun 1992. Awal tahun 1993, dia mendaftar jadi wartawan/reporter di Harian Singgalang, yang merupakan salah satu koran terbesar di kota itu. Semula dia diterima sebagai reporter dengan status pembantu lepas (PL).

Dia pertama kali ditugaskan di Batusangkar, Ibukota Kabupaten Tanah Datar. “Bekerja sebagai pembantu lepas saya tidak memiliki gaji tetap dari perusahaan. Pendapatan dinilai sesuai jumlah berita yang dimuat setiap hari, kemudian dihitung setiap bulan honor per berita,” kenang Bang Awkar.

Berkat kesungguhannya, di tahun 1996 dia dipanggil ke redaksi tempatnya bekerja guna mengikuti pelatihan untuk menjadi wartawan/karyawan tetap di Harian Singgalang Padang. Selanjutnya dia pun ditugaskan menjadi Koordinator Rubrik Kerjasama di Kota Padang Panjang.

Setahun menekuni profesi di kota sejuk itu, Bang Awkar ditarik kembali ke Redaksi Harian Singgalang di Padang. Setelah sembilan tahun bergabung dengan Harian Singgalang, Bang Awkar menentukan pilihan lain dengan bergabung di Harian Mimbar Minang Padang. Karena persoalan manajemen, Mimbar Minang mengalami penurunan status dari harian menjadi mingguan.

Bak kata pepatah, mengalir seperti air. Empat tahun di Mimbar Minang, Bang Awkar ditawarkan menjadi Pemimpin Redaksi di Surat Kabar Mingguan Serambi Minang. “Selama bekerja di Serambi Minang semangat dakwah saya berjalan dengan lancar. Sebab di media itu, hampir 70 persen berita-berita berkaitan dengan agama,” tutur mantan Reporter Radio Tri Jaya FM untuk wilayah Kota Padang ini.

Masalah kekurangan modal dan manjemen pula, akhirnya Surat Kabar Mingguan Serambi Minang tutup hingga sekarang. Akan tetapi, karena semangat hidupnya yang tinggi dan tekadnya untuk tetap menjadi wartawan, Bang Awkar tidak kehilangan akal. Bersama istri tercintanya, Nofri Emi, dia membuat media dakwah. Namanya Surat Kabar Mingguan Serumpun, yang terbit di Kota Padang.

Selama dua tahun SKM Serumpun sempat beredar menyapa pembacanya. Namun karena alasan modal pula, media itu terpaksa berhenti terbit. “Insya Allah, kalau kita sudah punya modal lagi, Serumpun akan saya terbitkan lagi,” ujar Bang Awkar. Di Serumpun, selain menjadi Pemimpin Redaksi, Bang Awkar juga merangkap sebagai pemilik modal (Pemimpin Umum).

Rupanya keseriusan Bang Awkar di dunia kewartawanan membuat Bupati Simeulue, Provinsi Aceh, Drs. Darmili mengajak lelaki berkacamata itu pulang membangun kampung halamannya. Terhitung 27 Januari 2009 sampai 27 Januari 2010 Bang Awkar menekan kontrak kerjasama membuat tabloid yang diberi nama Surat Kabar Simeulue (SKS) yang terbit mingguan.