Padang  

Atas Kiprahnya, Fakhrizal Dijuluki Jenderal Ninik Mamak

Irjen Pol (Purn) Fakhrizal. (ist)

PADANG – Tungku tigo sajarangan merupakan istilah kepemimpinan di Minangkabau untuk mengatur pemerintahan dan norma di masyarakat. Tungku tigo sajarangan terdiri dari penghulu (niniak mamak), alim ulama, dan cerdik pandai (cadiak pandai).

Masing-masing memiliki peranan berbeda guna mengatur dan membangun kehidupan warga Minang. Istilah ini diibaratkan dengan bejana di atas tungku. Jika bejana dalam posisi seimbang maka tidak akan jatuh ke api. Hal ini berarti aktivitas kepemerintahan harus berjalan dengan posisi dan kedudukan masing-masing, namun saling dukung dan melengkapi.

Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Fakhrizal salah satu “Cadiak Pandai” yang pernah menjabat sebagai pucuk pimpinan di institusi Kepolisian Daerah Sumatera Barat. Selama kiprahnya sebagai Kapolda di Ranah Minang (22 Desember 2016 – 6 Desember 2019), dia cukup menarik perhatian publik dari berbagai kalangan. Tiga tahun bertugas sebagai abdi Negara di Sumatra Barat tidak melulu dihabiskan hanya untuk rutinitas institusi saja.

Aktivitas dengan pemangku kepentingan, ulama, tokoh adat hingga masyarakat luas kerap dilakukan. Sosoknya yang dekat dengan banyak kalangan tersebut membuat dia mendapat julukan sebagai “Jenderal Niniak Mamak,” yang berarti seorang Jenderal yang memiliki sikap dan kepribadian sebagai Niniak Mamak, menjaga dan mengayomi anak kemenakan di Ranah Minang.

Ketika menjabat sebagai Kapolda Sumbar, Fakrizal menuntaskan kasus korban salah tembak Iwan Mulyadi oleh anggota Polsek Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatra Barat pada Januari 2006. Iwan mengalami cacat setelah mengalami kejadian tersebut. Iwan Mulyadi mengaku kaget ketika mendapat informasi Irjen Pol Fakhrizal dimutasi dari Kapolda Sumbar. Iwan berharap Irjen Pol Fakhrizal tetap mengayomi masyarakat Sumatera Barat, terutama yang senasib dengannya.

“Rasanya tidak percaya beliau diganti, padahal beliau sangat baik dan tak memberikan batasan pada masyarakat,” ungkapnya, Selasa (10/12/2019). Selain Iwan, Irjen Pol Fakhrizal juga menuntaskan seluruh tanggung jawabnya jelang akhir masa jabatan sebagia Kapolda Sumbar. Setelah kasus korban salah tembak di Polsek Kinali, Iwan Mulyadi, Irjen Pol Fakhrizal kembali menyerahkan ganti rugi sebesar Rp100 juta pada keluarga Almarhum Erik Alamsyahfudin.

Erik Alamsyah meninggal akibat penganiayaan yang dilakukan oleh enam oknum polisi yang bertugas di Polres Bukittinggi pada 2012. Atas kasus tersebut, keluarga korban yang menempuh jalur hukum akhirnya memenangkan gugatan berupa ganti rugi sebesar Rp 100.700.000. Ganti rugi itu ternyata belum dilunasi pihak terkait hingga sampai pada Irjen Pol Fakhrizal. Peran Fakhrizal dinilai bukan sekadar menjadi pelangkap saja, tetapi apa yang dilakukannya selama menjabat Kapolda Sumbar, sangat dirasakan banyak pihak.

Hal itu tercermin dari berbagai kegiatan bakti sosial yang digelar di beberapa daerah di Sumbar. Selain itu, dia juga kerap menggelar iven keolahragaan yang melibatkan banyak generasi muda. Dia juga punya kebiasaan mendatangi dan menyantuni anak yatim, bagian dari kewajibannya sebagai Muslim yang diberi kelebihan. Kedekatannya dengan generasi Muslim juga ditunjukkan dengan perhatiannya terhadap para santri di Sumbar. Pada peringatan hari santri tahun lalu (22 Oktober 2019) dia mengajak masyarakat untuk memeriahkan Hari Santri Nasional.

Dia juga memiliki perhatian tinggi terkait seni budaya Minang, terutama pencak silat. Kejuaraan Silat antar Pesantren se Indonesia merebut Piala Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) CUP tahun lalu dibuka langsung olehnya di Pondok Pesantren (Ponpes) Haratul Quran, Batang Kabung Gantiang, Kota Padang, Sabtu (24/8/2019). Dia mengapresiasi penyelenggara dan panitia yang telah berjuang mewujudkan kejuaraan ini. Menurutnya, silat adalah salah satu olahraga beladiri yang berfungsi untuk menemukan jati diri. Silat mampu membina kesehatan fisik mental, hingga menanamkan jiwa luhur dan kesatria serta cinta Tanah Air.

“Perjuangan para pendahulu, termasuk para ulama mampu membakar semangat para santri untuk melawan penjajahan,” ujarnya dalam kesempatan tersebut. Perannya dalam menjaga kerukunan “anak kemenakan” yang sempat terbelah pada periode Pileg dan Pilpres 2019 mendapat apresiasi dari kalangan tokoh adat, Niniak Mamak dan Bundo Kanduang di Sumatra Barat. Salah satu organisasi kemasyarakatan adat Karapatan Adat Nagari (KAN) Tungkar, Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota, mendatangi Mapolda Sumbar, guna memberi apresiasi atas peran Polda Sumbar dalam menjaga kerukunan dan keamanan di Provinsi itu selama masa Pilpres 2019 berlangsung.

“Pasca Pemilu dan Pilpres, hendaknya sesama anak bangsa menyadari akan pentingnya persaudaraan persatuan dan kesatuan, dan kita harus segera move on,” kata Ketua KAN Tungkar H. AM Dt Bandaro Kuniang, di Padang, Senin (29/7/2019). Didampingi Kaampek Suku, serta Ulama dan Bundo Kanduang, serta Pemerintahan Nagari, KAN mengapresiasi kinerja aparat keamanan khususnya Polri, dalam menjaga dan memelihara kamtibmas, persatuan dan kesatuan serta tegaknya NKRI selama tahapan pemilu 2019.

“Kami sengaja datang ke Markas Polda Sumatera Barat ini jauh-jauh dari Situjuah Tungkar, pakai 3 bus, sebagai logo Persatuan dan Kesatuan, karena kami ingin memberikan apresiasi kepada bapak polisi yang telah menjaga keamanan dan keutuhan kita berbangsa dan bernegara khususnya di Sumatera Barat dan Indonesia pada umumnya,” jelas Dt Bandaro Kuniang.

Dengan komitmen yang kuat, dari Polri dan pihak keamanan lainnya, ungkap Dt Bandaro Kunian, Pileg dan Pilpres yang tahapannya berbulan-bulan itu bisa berjalan aman, lancar dan kondusif. Penilaian positif dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat di Sumbar muncul dari sikap dan tindakan yang dipilih dan ditunjukkan Irjen Pol Fakhrizal selama menjabat sebagai Kapolda. Dia memiliki ketegasan dan kemauan yang kuat serta kemampuan mengelola potensi yang ada di masyarakat. (rel)