Hukum  

Ahli Sebut Korupsi Tol Diselesaikan Secara Administrasi

PADANG – Sidang kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekanbaru, khususnya Taman Kehati kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang, Kamis (21/7).

Pada persidangan kali kini, menghadirkan beberapa orang Ahli. Yaitu Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Unand Prof Yulia Mirwati, Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/KBPN 2016-2018 M Noor Marzuki.

Lalu Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dr Eva Achjani Zulfa, Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral Kementerian ATR/KBPN Tri Wibisono.

Auditor Independen Suswinarno, Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/KBPN Kintot Eko Baskoro dan Erfan Susanto.

Menurut Ahli M Noor Marzuki dalam keterangannya saat sidang mengatakan, Undang-Undang Omnibus Law atau Cipta Kerja Tahun 2021 yang dikeluarkan Presiden Republik Indonesia beserta turunannya mengatur tentang perlindungan aparat pertanahan.

Disana diatur bahwa apabila ada indikasi tindak pidana korupsi dan penyimpangan wewenang yang dilakukan oleh aparat pertanahan, maka harus mendahulukan asas administrasi.

Sementara asas pidana merupakan pintu terakhir jika Lembaga Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) telah melakukan penilaian-penilaian dan tidak ada itikad mengembalikan kerugian keuangan negara maka penilaian ini diserahkan ke aparat penegak hukum.

“Yang pasti kalau ditemukan masalah, asas administrasi didahulukan. Kalau ada aparat pertanahan melakukan indikasi tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara, maka segera dikembalikan kerugian tersebut sebelum APIP melakukan penilaian, dan menyerahkannya ke aparat penegak hukum,” sebutnya.

Berlakunya aturan ini, katanya, untuk melindungi aparat pertanahan dalam menjalankan tugas dari Presiden, guna mensukseskan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sesuai Inpres Nomor 2 tahun 2018.

“Kementerian ATR/BPN memiliki tugas berat dari Presiden menjalankan Program PTSL, karena harus menerbitkan sertifikat tanah dengan cepat. Bayangkan dalam satu bulan, BPN harus menerbitkan 1000 sertifikat, sehingga prinsip kehatiahatian dalam menetapkan kepemilikan tanah sedikit,” ujarnya.

“Sehingga aparat pertanahan perlu dilindungi dalam menjalankan tugas. Maka lahirlah aturan ini dalam UU Omnibus Law dan turunannya,” tambah Eks Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang ini.

Lebih lanjut M Noor Marzuki menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012, ada empat tahapan dalam melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.