Abrasi, Satu Rumah di Pasie Baru Nyaris Habis Tergerus Gelombang

SUNGAI LIMAU – Abrasi masih terus terjadi. Malah tampak semakin menggila. Dari tadinya satu meter, kini teihat sudah hampir 100 meter bibir pantai di Pasie Baru, Sungai Limau, Padang Pariaman itu yang terkikis gelombang pasang.

Warga yang tinggal di daerah terdampak abrasi itu sekarang ketakutan. Apalagi Eliwarnim, 53, yang kamar mandi dan dapur rumahnya sudah porakporanda, hancur diterjang gelombang.

“Mau mengungsi. Tapi mau mengungsi kemana, Pak? Rumah kami cuma satu. Ya, inilah satu-satunya,” ujar Eliwarmim saat ditemui wartawan tengah berupaya menyelamatkan rumahnya dari amukan gelombang laut, Kamis (24/11) siang.

Eliwarnim yang sudah 13 tahun tinggal di pantai itu menyebutkan bahwa dapurnya diterjang gelombang tinggi dan ambruk ke dasar laut, Rabu (23/11) lalu, yaitu sekitar pukul tujuh malam. “Ketika itu lagi hujan dan angin kencang,” ujarnya.

Sebelumnya, aku ibu empat anak tersebut, gelombang pasang juga telah menerjang kamar mandi dan WC-nya. “Kalau dihitung-hitung, sudah ada Rp 50 juta kerugian yang saya alami,” akunya.

Dalam beberapa hari belakangan, wanita yang suaminya berusaha di rantau itu mengaku banyak menghabiskan waktu untuk mengisi karung-karung plastik dengan pasir. Karung-karung berisi pasir itu kemudia dia susun di belakang rumah guna menghadapi terjangan gombang.

Terkait dengan periatiwa yang tengah dia hadapi, Eliwarnim berharap, pemerinta segera turun tangan. Sebab, jika tidak, bukan hanya keluarganya yang akan jadi korban, tapi masih ada puluhan rumah lagi yang bakal ambruk tergerus abrasi du pantai itu.

Apa yang disampaikan Eliwarnim, dibenarkan Imsarlim, 70, seorang tokoh masyarakat di Pasie Baru. “Ya, banyak perumahan warga yang terancam di daerah pantai ini,” katanya.

Menurut Imsarlim, sekarang lagi gelombang tinggi. Penomena alam yang mereka namakan sebagai ‘anak bulan’ itu biasa terjadi sekali dalam enam bulan.

Gelombang yang kadang tingginya bisa mencapai satu setengah hingga dua meter tersebut akan berlangsung selama enam sampai tujuh hari. “Jadi bagi kami masyarakat nelayan, ini hal yang sudah biasa,” ujarnya.

Cuma, ulas Imsarlim, yang tidak biasa itu adalah abrasinya. Banyangkan, sudah empat tahun berlangsung. Tadinya pantai itu jauh di tengah. Ada seiitar 100 meter yang terkikis air laut.

Jika tidak cepat diantisipasi, dipasang batu grib, bukan tidak mungkin pemukiman warga di daerah tersebut bakal habis. “Sebab itulah, kami memohon kepada pemerintah agar segera menurunkan bantuan,” tukas Imsarlim