2nd Ichlash Fakultas Syariah IAIN Batusangkar Dihadiri Ratusan Peserta

PADANG – Hari pertama pelaksanaan Seminar Internasional 2nd Ichlash Fakultas Syariah IAIN Batusangkar menghadirkan empat pembicara dengan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin sebagai pembicara kunci, Rabu (23/6).

Rektor IAIN Batusangkar Dr Marjoni Imamora mengatakan, konferensi ini merupakan bagian dari kegiatan ilmiah dan kajian akademis dalam mencari format baru moderasi hukum Islam. Diharapkan nantinya format itu mampu memenuhi tuntutan zaman dalam berbagai bidang serta dapat menjadi hukum yang hidup di tengah- tengah masyarakat.

“Ini merupakan yang kedua kalinya digelar,” katanya.

Sementara Ketua Panitia Dr. Elsy Renie mengatakan, hari pertama pelaksanaan seminar berjalan lancar. Sebanyak 500 participan hadir dalam kegiatan seminar internasional tersebut. Tentunya seminar ini menarik minat masyarakat untuk mengikutinya. Banhkan ada dari unsur MUI, Baznas dan Bundo Kanduang yang menjadi participan.

IAIN Batusangkar menjalin kerjasama dengan UII Yogyakarta, USIM Malaysia dan Universitas Bung Hatta dalam terselenggaranya seminar tersebut. “Seminar ini juga memiliki sesi paralel yang diikuti 23 universitas dalam dan luar negeri,” katanya.

Hari pertama menjadi pemateri Assoc. Prof. Dr Nik Salida Suhaila Nik Saleh dari USIM Malaysia, Assoc. Prof. Dr.Yusdani M.Ag, UII, Yogyakarta, Assoc. Prof. Dr. Muhammad Rawasyidah, Mu’tah University, Jordan dan Assoc. Prof. Dr. Hasan ‘Alami, Ibnu Thufail, Maroco.

Besok, seminar menghadirkan kedua menghadirkan Dr. Imam Shamsi Ali, Lc, MA., President of Nusantara Foundation, USA.

Sementara itu, KH Ma’ruf Amin dalam seminar itu mengatakan, Islam mengatur segala aspek kehidupan umatnya, termasuk hubungan manusia dengan Allah SWT dengan sesama manusia, dan alam semesta yang didasarkan pada Alquran dan Sunnah. Seiring perkembangan zaman, tantangan dalam beragama Islam juga terjadi. Untuk itu, diperlukan kajian yang mendalam untuk memahami permasalahan secara lebih tepat sesuai dengan konteksnya (ijtihad) agar menghasilkan cara pandang moderat yang secara relevan dapat dilakukan serta tetap sesuai dengan hukum Islam.

“Cara berpikir yang benar dan tepat adalah cara berpikir yang moderat (tawassuthi/ wasathi) dalam arti tidak tekstual dan tidak liberal, yaitu dengan melakukan ijtihad terhadap masalah-masalah yang belum di-ijtihadi sebelumnya atau sudah tapi sudah tidak relevan lagi,” tegas Wapres.

Lebih lanjut, Wapres menjelaskan cara berpikir moderat ini dapat menghindarkan umat baik dari kekeliruan cara pandang Islam, yaitu cara berpikir yang statis dan konservatif maupun cara berpikir sangat liberal yang meliputi penafsiran berlebihan tanpa batas (Hudud) dan tanpa patokan (Dhowabith) demi semata-mata mencari kemudahan. (mat)