111 Tahun Pendirian Semen Padang Tiada Henti Membangun Negeri

PADANG-PT. Semen Padang (PT SP) kini memasuki usia 111 tahun (18 Maret 1910-2021) . Lebih tua dari negarabangsa (nation-state) yang kini memilikinya. Satu abad lebih, kiprah perusahaan yang memproduksi semen itu, menoreh sejarah mengikuti arus zaman ke zaman. Silih berganti keadaan yang dihadangnya, silih berganti pula kepemilikannya, namun produksi semen tetap berlanjut.

Tak ada hari libur, hanya operator mesin yang bergantian. Pernah libur, di masa-masa awal, mesin rusak, perang tiba, tetapi berlanjut lagi. Hingga kini. Menurut catatan sejarah yang diuraikan dalam buku Hasril Chaniago, Khairul Jasmi, dan Suryadi, Satu Abad Membangun Negeri (2010), perusahaan semen ini berkat ambisi seorang perwira Belanda berkebangsaan Jerman, Carl Chirstophus Lau (CC. Lau).

Jebolan teknik sipil itu menemukan batu-batu yang menarik perhatiannya di Bukit Ngalau dan Bukit Karang Putih yang terletak di Nagari Lubuk Kilangan sekarang. Batubatuan itu ia kirim ke Negeri Belanda untuk diteliti. Hasilnya, batu kapur dan batu silika bisa dijadikan bahan baku untuk membuat semen.

Didirikan oleh pengusaha Belanda, 18 Maret 1910, lalu diambil oleh Jepang (1942-1945), dioperasikan oleh karyawan bangsa Indonesia setelah Proklamasi (1945- 1947), diambil lagi oleh Belanda semasa Revolusi (1947). Tahun 1958 pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi besar-besaran terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia, dan sejak itu Semen Padang menjadi milik bangsa Indonesia.

Sumatera bagi pendatang dari Eropa adalah “sepotong tanah surga yang jatuh ke bumi.” Mereka mengagumi dan memberi nama yang elok; Goudland atau Swarnadwipa yang berarti tanah emas. Emas adalah inti mineral, jika sudah ada emas di suatu tempat maka sudah dapat dipastikan akan memiliki turunan bahan mineral lainnya, seperti besi, tembaga, batubara, dst.

 

Sejak ditemukan mereka, investasi mengalir dari Eropa ke Hindia Belanda. Sebelum mendapat sentuhan investasi, Bukit Indarung di nagari Lubuk Kilangan pada awal Abad ke-20 hanyalah sebuah dusun (taratak) sunyi nan terpencil yang terletak 14 km di luar Kota Padang, ibukota Sumatera Barat (Sumatra’s Westkust). Bila dibentangkan peta Pulau Sumatra, dusun itu bahkan tak terlihat sebagai sebuah noktah pun. Yang terjadi kemudian sejak tahun 1906, nama Indarung tiba-tiba menjadi pusat perhatian Belanda. Endapan bahan baku itulah penyebabnya.

Jejak pembangunan dari Semen Padang sudah tidak terhitung lagi. Mulai dari sejumlah monumen, seperti Jam Gadang, Monumen Nasional (Monas), Jembatan Ampera Palembang, Gelora Bung Karno (GKB). Selain itu banyak lagi pembangunan yang menggunakan Semen Padang.

Baru-baru ini, bangunan-bangunan monumental yang menggunakan produk Semen Padang terus bertambah. Seperti, Jembatan Barelang Batam, Jembatan Layang kelok Sembilan, Masjid Raya Sumbar dan Jembatan Gentala Arasy, Jambi.

“Semen Padang telah memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara , khususnya kepada masyarakat Sumatera Barat secara langsung maupun tidak langsung. Semen ini telah turut membangun negara dalam bentuk infrastuktur jalan, jembatan, dan mahakarya bangunan-bangunan monumental dan strategis di Indonesia,” kata Dirut PT Semen Padang Yosviandri.

Di sektor ekonomi, kehadiran Semen Padang sebagai industri besar multiplier effect. Ribuan anak-anak sekolah dibantu setiap tahun melalui program beasiswa. Ribuan masyarakat terbantu ekonominya melalui program mitra binaan. Perekonomian masyarakat di sekitar berputar dan terus tumbuh. Puluhan ribu jiwa terpenuhi kebutuhan hidupnya, serta manfaat-manfaat lainnya.